MERDEKA ATAU MATI!
For the English version article, click here.
Pada November 1945, Surabaya menjadi saksi berdarah, teriakan lantang Bung Tomo mengubah sejarah Indonesia, “Merdeka atau mati”
Teriakan lantang Bung Tomo bukan hanya sekedar frasa. Bung Tomo ingin meyakinkan bangsa Indonesia, menyerah pada penjajahan bukanlah sebuah pilihan. Lebih baik mati, daripada hidup tapi terjajah.
Kenyataannya, kita belum merdeka dari penjajahan.
Penjajahan kini telah berubah menjadi lebih modern. Dari yang sebelumnya berbentuk negara menjajah, mengontrol, dan mengeksploitasi negara lain. Menjadi kini yang merupakan suatu pihak yang menjajah, mengontrol, dan mengeksploitasi pihak lain.
Boleh dikatakan, pihak yang dikontrol tidak memiliki kebebasan atas apa yang dimilikinya.
Dalam sistem penjajahan, negara yang terjajah sangat rentan terhadap eksploitasi. Eksploitasi adalah memanfaatkan untuk keuntungan pribadi. Tidak jauh berbeda dengan penjajahan bentuk baru. Pihak yang mengontrol memiliki kesempatan untuk memanfaatkan pihak yang dikontrol.
Praktek penjajahan ini terjadi di berbagai industri. Bentuknya seringkali tak kasat mata, semu, dan bahkan pihak yang dikontrol merasa memiliki kebebasan walau hanya ilusi. Tanpa terkecuali, industri yang dianggap banyak orang sebagai sebuah revolusi, justru menjadi sumber eksploitasi.
Cryptocurrency
Cryptocurrency atau yang kita kenal sebagai mata uang kripto, merupakan sebuah revolusi terhadap sistem keuangan tradisional. Visi awal dari penciptaan kripto melalui bitcoin adalah menghilangkan peran sentral dan tidak dikontrol oleh siapa pun (terdesentralisasi). Hilangnya peran sentral dan kontrol dari suatu pihak inilah yang menjadikan kripto revolusioner.
Para prakteknya, masih banyak pihak yang memiliki peran sentral dan kontrol terhadap kripto. Salah satu yang terbesar pengaruhnya adalah Centralized Exchange (CEX).
Sederhananya, CEX adalah tempat untuk membeli atau menjual aset kripto. Ketika kita memilih menggunakan CEX, maka CEX akan memiliki akses dan kontrol sepenuhnya terhadap aset kita. Hal inilah yang membuat CEX rentan terhadap penyalahgunaan atau penyelewengan. Dan praktek-praktek ini adalah fakta yang terjadi dilapangan.
Kasus baru-baru ini misalnya Liquid Global, salah satu CEX dari Jepang mengalami peretasan dengan nilai kerugian Rp 1.4 triliun. Itu bukanlah yang pertama, ada puluhan CEX yang mengalami hal serupa dengan total kerugian miliaran dolar. Itu baru dari sisi peretasan, belum lagi sisi kebijakan yang tidak berpihak misalnya, ketika salah satu raksasa CEX, Binance melarang penggunanya untuk menarik aset mereka dan bahkan membekukan akun penggunanya secara sepihak.
Apakah hanya itu penyelewengan yang dilakukan CEX? Tentu saja tidak. Aset-aset yang diperjualbelikan di CEX adalah aset-aset yang menguntungkan bagi pihak CEX. Jika suatu aset tidak menguntungkan, atau ‘bermasalah’ menurut CEX, maka pihak CEX bisa menghilangkan aset tersebut dari daftar jual beli secara sepihak. Hal ini pernah terjadi pada Bittrex, yang melarang jual beli tiga aset kripto di platform mereka.
Ironisnya, CEX masih menjadi pilihan utama bagi pengguna, untuk menjual dan membeli aset kripto di Indonesia. Ada lebih dari 6.5 juta pengguna yang bertransaksi menggunakan platform CEX. Artinya, 6.5 juta pengguna tersebut berpotensi mengalami peretasan, kebijakan tidak berpihak, dan praktek yang merugikan mereka.
Berangkat dari hal inilah, kami sadar betapa pentingnya sebuah platform yang tidak dikontrol oleh siapa pun (decentralized) dan memberikan kontrol sepenuhnya kepada pengguna.
Sudah waktunya kita beralih dari platform yang dikontrol oleh satu pihak ke platform yang memberikan kita kontrol sepenuhnya. Platform yang tidak mengambil kebijakan secara sepihak. Platform yang benar-benar TERDESENTRALISASI.
Revolusi harus segera dimulai.
Kami tahu perjalanan akan panjang, pertempuran tidak sebentar, tapi pengorbanan harus dilakukan. Semangat Bung Tomo akan menjadi lentera, ketika kami menyerah dan putus asa, “lebih baik mati, daripada hidup tapi terjajah”.
Semangat ‘merdeka atau mati’ adalah semangat yang harus kita perjuangkan. Dan kami akan terus memperjuangkan semangat itu, sampai setiap individu memiliki kontrol penuh atas apa yang seharusnya mereka miliki.
Berjuanglah bersama kami!
Ngurah Rai, Matulessy, Sudirman